« Upgrade Hardisk | Depan | Daun Jarak »

Ketika Facebook Diharamkan

Isu yang telah lewat, namun pertentangannya masih saja seliweran. Dan masih terlalu banyak yang melenceng dari pengertian yang sebenarnya. Coba masuk Google.com, lalu search "facebook haram", lebih banyak muncul yang kontra tapi ngawur daripada yang bener. Hmm, hanya di halaman-halaman awal sih.

Bahkan di ExtraVaganza barusan juga ikut terkecoh pada isu ini.

Tidak bermaksud latah membahas isu ini, namun gerah rasanya kalo belum menyumbang 1 suara di kancah dunia cyber ini :)

Ya, tidak seperti sebelumnya yang sering kita dengar di media, bahwa fatwa dikeluarkan oleh MUI, kali ini dikeluarkan oleh pesantren. Pertemuan antar pesantren tepatnya, yang secara rutin mengadakan Bahtsul Masail (diskusi keagamaan khas pesantren) di Lirboyo, Kediri.

Bahtsul Masail ini sering membahas mengenai hal-hal yang terjadi di masyarakat. Salah satunya mengenai media internet. Dan Facebook hanyalah contoh.

Tidak ada pengharaman pada Facebook.

Lalu, darimana isu itu dimunculkan? Jawabnya hanya 1: kebablasan media.

Dari hasil penelusuran, dapat aku simpulkan kronologi singkat seperti ini:

  1. Bahtsul Masail sepakat bahwa penggunaan media internet seperti Facebook untuk maksiat adalah haram.
  2. Oleh media, kalimat tersebut dipenggal menjadi Facebook diharamkan. (sudah melencengkan arti)
  3. Kalimat tersebut diblowup di berbagai media.
  4. Masyarakat yang bisanya cuma mendengar media dan setuju aja, langsung bereaksi menolak "fatwa"
  5. Media memunculkan opini-opini penentangan "fatwa", sehingga semakin menguatkan adanya "fatwa"
  6. Para pengguna Facebook yang taunya menerima mentah-mentah informasi media, ikut meramaikan isu ini dengan membodoh-bodohkan para Ulama.
  7. Para selebriti yang dasarnya bodoh tapi ingin dianggap pintar, ikut-ikutan menyalahkan "fatwa" yang tidak pernah ada.

Masyarakat Indonesia memang terlalu mudah termakan isu. Jika menerima berita langsung "ho-oh" saja. Jika menerima isu langsung main sebar, jika menerima email berantai langsung main forward saja.

Hal itu dimanfaatkan media untuk mendulang "hits".

Ya, itulah media kita.



Ada 36 komentar

Sarimin pada June 15, 2009 8:41 AM membalas silent:

-100 sangat tidak menarik

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 15, 2009 10:15 AM membalas Sarimin:

*tarik sarimin ke lumpur lapindo*

min, gak pesen jaket SCeN tah?
buruan.

Balas Komentar Ini
Bagas pada June 1, 2009 6:35 PM menulis:

Ngeblog itu haram!!

*gak nyambung*

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 4:09 PM membalas Bagas:

Bekicot juga!

*bawa golok*

Balas Komentar Ini
nengbikerâ„¢ pada June 11, 2009 5:08 PM membalas Aryo Sanjaya:

puantesaaaan ga tau dibawain bekicot lagi

Balas Komentar Ini
gum pada June 2, 2009 11:11 PM menulis:

banyak yang harus melek sama fakta seperti ini dulu sebelum buka mulut atau menggerakkan jemarinya.

minta ijin tak posting di facebook yang katanya haram itu.

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 4:03 PM membalas gum:

sebenarnya tidak sesulit itu. yang penting jangan mudah berpikiran buruk, dan jangan begitu saja percaya media.

Balas Komentar Ini
Jauhari pada June 6, 2009 8:17 AM menulis:

Saya kasihan... kasian sekali... MEDIA kita sering sekali tidak BIJAK.. hanya demi SEBUAH PORSI IKLAN dan menaikkan RETING ah kasian sekali lagi kasian.....

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:37 PM membalas Jauhari:

Entah salah media atau salah masyarakat.

Lha kalo masyarakat diberi berita ngawur tetep seneng-seneng aja, masih mau membeli/mendengar/melihat liputannya, yang notabene menghasilkan iklan, tentu saja media happy aja.

Malah semakin ngawur semakin kontroversial dan semakin naik ratingnya. Doh.

Balas Komentar Ini
samsul pada June 6, 2009 9:50 PM menulis:

mamulo to yo yo,ojo mung jarene jare

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:33 PM membalas samsul:

hehehe, betul, hindari hal-hal yang berbau katanyaâ„¢

Balas Komentar Ini
Andi Eko pada June 8, 2009 9:09 AM menulis:

Namanya juga demokrasi, mau nulis apaan terserah dan bebas. Tapi setelah kasus ibu Prita apa masih ada kebebasan bersuara ?

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:32 PM membalas Andi Eko:

Masih, tentu saja masih, gak perlu takut pada ancaman UU ITE. Asal yang dituliskan adalah fakta dan kebenaran, ngapain takut?

Sedangkan media yang sering nulis ngawur dan tidak sesuai fakta saja berani ;))

Balas Komentar Ini
hafid pada June 9, 2009 1:23 PM menulis:

Wkwkwkwkkwkw, kebiasaan orang Indonesia, makan berita mentah, he5 :)

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:28 PM membalas hafid:

Karena enak, gak perlu mikir

Balas Komentar Ini
mbahdi pada June 9, 2009 2:33 PM menulis:

Sempat denger di media masa "Facebook untuk maksiat adalah haram". Setelah itu beritanya berganti "Facebook Haram". >:D

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:20 PM membalas mbahdi:

ya begitulah bangsamuâ„¢

Balas Komentar Ini
mbahdi pada June 11, 2009 3:16 PM membalas Aryo Sanjaya:

Masalahnya bagi pemburu berita "bad news" is "good news".

Lagian kita adalah produk sistem yang dituntut untuk bicara "iya". Rezim sebelum orde reformasi selalu menuntut kita patuh. Waktu SD/SMP misalnya,kita dituntut untuk meng"iya"kan apa kata guru.

So, wajar dech kalo sebagian dari qt latah menerima mentah-mentah suatu berita. Butuh proses untuk tidak latah :)

Balas Komentar Ini
adi wirawan pada June 10, 2009 10:32 AM menulis:

hmmm gitu...berarti media itu bisa kena UU ITE juga ... :-?

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 10, 2009 3:15 PM membalas adi wirawan:

harusnya bisa, tapi kan ada UU tersendiri untuk itu.

masalahnya di negara ini hukum sering tergantung kekuasaan. dan kekuasaan itu bisa menciptakan opini publik, yang bisa mengutak-atik fakta sehingga segala sesuatu bisa nampak baik-baik saja meskipun sebenarnya bermasalah. vice versa.

"ahli telematika" yang itu bisa sampe masuk senayan kan juga gak lepas dari kebablasannya media.

Balas Komentar Ini
arif pada June 12, 2009 10:08 AM menulis:

pancen cah-cah kui sam, mamulo-mamulo wong urip kuwi kudu eling marang sing kuoso, mben kuwi bakal ono siksone akherat......, hehehe (belajar dadi njowo)

Balas Komentar Ini
tjahaju pada June 14, 2009 5:15 PM menulis:

horee... hidup blog! hidup facebook! hidup friendster jugak...

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 14, 2009 8:30 PM membalas tjahaju:

plurk? myspace? kopdar?

mana katanya mau kopdar ke malang? cuman isu aja tah?

Balas Komentar Ini
Hendra pada June 14, 2009 7:50 PM menulis:

lha kan tetep aja ulama-nya kurang pinter..
harusnya yang haram itu MAKSIATNYA
bukan ALATNYA

pisau haram, tv haram, jubah ulama (kalo buat njiret leher orang) haram, internet haram, bantal haram, sepatu, karet gelang, buku (di baca Qur'an juga boleh), dll.. ..haram -___-

tulisan ini juga bisa jadi haram dong????

harusnya dibedakan antara ALAT dan TUJUAN

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 14, 2009 8:28 PM membalas Hendra:

hihihi, nampaknya sih situ yang kurang pinter nerjemahkan tulisan ini :P

situ bisa nunjukkan perkataan ulama yang mengharamkan ALATNYA?
selain dari _katanya_ media televisi/koran.
kalopun dari media, tunjukkan artikel yang benar-benar berisi pernyataan dari ulama, berisi waktu, tempat, nama ulama, dan kalimat utuh.

kalo tidak bisa, jangan nuduh ulama-nya kurang pinter.

kalo bingung, coba ulangi baca artikel di atas, terutama bagian kronologinya.

Balas Komentar Ini
blogger senayan pada June 15, 2009 4:21 PM menulis:

ya, harusnya publik juga tahu bahwa teman2 yang dipondok bukanlah oon, wacana mereka juga mantab2. Terkadang media dan kepentingan ttn yang...........
thanks sam

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 16, 2009 10:18 AM membalas blogger senayan:

hehehe, nampaknya memang seperti itu. pesantren dipandang sebagai lembaga gak gaul dan ketinggalan teknologi. padahal banyak warga pesantren yang pake facebook juga. saya sendiri juga produk pesantren, tapi merasa gaul dan gak ketinggalan teknologi ;))

jadi yang mengatakan teman-teman di pondok adalah kuper teknologi, justru dirinya sendiri yang clueless.

Balas Komentar Ini
PriyayiSae pada June 15, 2009 6:01 PM menulis:

dibilang haram or gak haram, pokoknya fesbuk jalan terus. yg penting tdk utk maksiat :)

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 16, 2009 10:11 AM membalas PriyayiSae:

bukan di situ sih sebenarnya permasalahane. dengan isu konyol kayak gini, menimbulkan stigma buruk pada dunia pesantren.

coba search google mengenai kasus ini, berapa banyak blogger/komentator yang membodohkan ulama?

bahkan di atas ini ada yang 'mengkurang-pintarkan' ulama, yang menurutku kepintaran ulama berlipat ganda dari si komentator.


Balas Komentar Ini
jaylangkung pada June 18, 2009 2:40 PM menulis:

asek... MUI mattab jayaaa... melalui fesbuk bisa nambah lebih banyak lagi dosa.. :p

Balas Komentar Ini
Aryo Sanjaya pada June 18, 2009 5:51 PM membalas jaylangkung:

*lempar jay pake wajanbolic*

dibaca dulu tulisane ;))

Balas Komentar Ini
dalbanirtirngopowae,cilacap pada June 24, 2009 6:39 PM menulis:

wong indonesia ngopo-opo ya fatwa..hoalahh..

Balas Komentar Ini
Made pada August 24, 2009 8:57 PM menulis:

Salam... Mungkin agak tlat komen sy.,tp gpp, wong saya nyampe kesini jg gara2 mbah gugel eror... Tp sya nyimak postingan ini dari awal... Dan... Dua jempol wat mas aryo!!! Meskipun sy bkn muslim,sy tdk melihat ini sbgae pembelaan ulama, tp memang jwbn yg cerdas atas situasi masyarakat kita...

Balas Komentar Ini
galuh pada August 26, 2009 9:24 PM menulis:

Kang, lama gak dolan tempatku. Repot, ya? Masak bar tarweh gak boleh browsing.
Sardidin udah datang.
Met Puasa semoga Allah SWT memberi kekuatan untuk menjalankan.

Balas Komentar Ini
pia pada October 5, 2009 8:02 PM menulis:

kalo masih bingung haram atau ngga, mending gabung aja di situs pertemanan islam made in indonesia bo'
www.indoface.com.. mari uamat islam bergabung didalamnya segaligus kita mencintai produk dalam negeri

Balas Komentar Ini

Isi Komentar




  Isi Smiley


Pencarian

Komentar Terbaru

December 2021

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
      1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31  

Kategori

Arsip

Aryo Sanjaya

Tinggalkan Pesan

Kisah Mahesa Jenar

Kisah dari Tanah Jawa, tentang perjalanan diri Mahesa Jenar.
Download:
Naga Sasra & Sabuk Inten
atau di sini:
download dari SaveFile.com
Theme by: Magic Paper
Didukung oleh
Movable Type 6.3.10


Aryo Sanjaya

Sindikasi