1. Setelah makan, seorang ibu tidak perlu (tepatnya tidak mampu) melakukan apapun untuk mengubah makanannya tadi menjadi ASI. Si ibu tinggal makan lalu meyakini itu nanti sebagian akan menjadi ASI, gitu aja.
2. Bayi yang sedang dalam gendongan ibunya, posisi mulutnya tepat berhadapan dengan pu**ting susu ibunya. Pas dengan posisi lengan ibunya.
Dual mode: begitu juga dengan posisi saat menyusui sambil tiduran.
Kok bisa pas gitu ya desainnya? Gak perlu modifikasi apa-apa lagi.
3. Meskipun bayi baru beberapa jam lahir di dunia, belum pernah mempergunakan mulutnya, tanpa baca tutorial atau quick start, tetapi mulut bayi bisa melakukan gerakan menyedot ASI secara berulang-ulang. Bayangkan kalo si ibu harus mengajarinya dulu.
Gerakan ini tidak mudah lho, silakan dicoba kalo tidak percaya.
4. ASI meskipun warnanya putih gitu aja, tapi itu hanyalah bentuk paketnya saja. Ketika ASI sudah di-unpack dalam perut bayi maka informasi makanan yang terkandung di dalamnya juga dikeluarkan.
Seandainya si ibu sebelumnya makan sayuran, meskipun ASI berwarna putih, feses bayi ikutan berwarna hijau.
Entah teknik kompresi macam apa yang digunakan ASI.
5. ASI yang diminum kemudian mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. Dan dari situ bayi akan tumbuh. Tanpa ibunya melakukan apa-apa supaya bayinya tambah tinggi (atau panjang?), menumbuhkan giginya, melebatkan rambutnya, menguatkan otot-ototnya.
Apa peran orang tua di situ? Gak ada. Semua terjadi secara otomatis.
Ada yang mengatakan itu sebagai proses alami yang wajar.
Ada yang meyakini itu sebagai keajaiban.
Sebagian lagi meyakini semuanya sebagai kuasa Allah.
Yang dibahas ini baru (sebagian kecil) soal ASI, ternyata banyak yang di luar kendali manusia. Padahal masih buanyak organ tubuh lain yang juga di luar kendali kita.
Lalu manusia dengan pongahnya ingin pegang kendali kehidupannya?
Are you kidding me, kid?
Artinya manusia, karena sebagai yang diciptakan, tidak dapat memilih ingin dilahirkan sebagai bangsa apa dan suku mana. Lahir ya ceprot keluar dari rahim ibunya, tidak tersedia baginya pilihan pintu lain, yang kemudian menjadi awal penentu kebangsaan dan suku dia.
Namun setelah dewasa, dia memiliki pilihan untuk menjalani hidup sebagai bangsa atau suku lain. Kalau dia mau.
Misalnya orang Jawa yang memiliki kekaguman lebih terhadap bangsa Arab, sah saja dia mengubah namanya menjadi kearaban, berbicara dengan diselipi bahasa Arab, dan makan minum sebagaimana makanan orang Arab.
Entah itu didasari atas alasan agamanya, atau hanya sekadar nostalgia pernah kerja di sana, atau karena cuma pingin saja. Dia berhak untuk itu semua, entah itu hak tinggi atau hak yang rendah saja.
Sekarang ini banyak meme beredar yang menggambarkan Gus Dur/Cak Emha/Bung Karno/KH Musthofa Bisri/dll yang mengkritik orang Islam hilang jawanya karena kearaban. Meskipun belum tentu para beliau tersebut yang berbicara seperti itu, namun apa yang disampaikan tersebut sebenarnya tidak salah juga.
Secara pribadi saya yakin para beliau tidak bermaksud menentang kearaban para penduduk lokal, tapi lebih pada menjawab pendapat golongan tertentu.
Karena banyak orang yang terlalu fanatik pada suatu bentuk tertentu sehingga mendorong orang lain untuk berubah ke bentuk yang dimaksud. Demi menjawab dorongan itulah maka jadilah meme-meme tersebut.
Namun ketika jawaban para beliau itu kemudian terlalu dipaksakan ke semua orang, akhirnya mereka yang ingin mengekspresikan diri menjadi bangsa lain jadi ikut terkena dampaknya.
Padahal, jadilah apa yang kamu inginkan, selama tidak melanggar syariat dan aturan. Kalau memang cinta Arab ya monggo saja.
Lalu siapa yang akan mempertahankan budaya dan kekhasan Jawa kalau semua dibiarkan menjadi bangsa lain?
Ya terserah siapa saja yang mau. Kalau tidak mau ngapain dipaksa juga kan?
Biarlah yang mau-mau saja yang tetap menjadi Jawa, seperti saya.
Memang keputusan seperti itu sudah berlaku di beberapa negara lain, misalnya Belanda dan Denmark, hanya saja karena ini Amerika, gemanya menjadi berbeda. Karena Amerika sebagai negara kiblat hedonisme, maka bagi para penyembah nafsu di negeri kita seakan mendapat backup dan pembenaran untuk bersuara lantang tentang kesetaraan hak pernikahan sesama jenis. Lagi-lagi hak asasi manusia menjadi landasannya.
LGBT (Lesbi, Gay, Bisex, dan Transgender) adalah penyakit. Umumnya yang namanya penyakit memang tidak diminta, tapi tidak berarti boleh bertindak sesuai kehendak sendiri. Bagi yang waras harusnya mengasihi dan merangkul yang sakit itu agar menuju kesembuhan, bukan malah membuatnya permanen.
Padahal memahami kehidupan tanpa agama hanya dapat melihat sejauh akalnya saja. Sedangkan dengan agama kita jadi tau jauh sebelum ada manusia, dan juga jadi tau jauh setelah kepunahan dunia. Tapi mereka yang soak imannya tidak bakal mau memahami hal ini.
Dari sudut pandang sosial, ada yang berpendapat pernikahan tidak selalu urusan sex. Ini memang benar, tapi keblinger.
Memang akan ada berbagai benefit yang didapat oleh pasangan sesama jenis yang menikah yang diakui negara, misalnya tentang hak waris, hak kunjungan, dan seterusnya yang diatur negaranya. Tapi satu hal yang membuat semuanya kacau adalah dilegalkannya hubungan sex sesama jenis.
Pernikahan memang tidak selalu urusan sex, tapi ketika tiba saatnya untuk melakukan sex, ya pernikahan itu wadahnya. Jadi jangan dipisah antara pernikahan sesama jenis dengan sex sesama jenis.
Baiklah, mungkin mereka yang sakit LGBT itu mendukung keputusan pernikahan sesama jenis, karena mereka sakit. Tapi bagi yang normal dan mendukung keputusan ini, adalah lebih sakit lagi.
Manusia diciptakan berpasang-pasangan, kalau mau nikah sesama jenis, jadilah cacing tanah.
Saat lomba hampir dimenangkan oleh Smoke, dia sengaja mengendurkan gas motornya sehingga sedikit melambat, hasilnya Kid yang memenangkan perlombaan balap tersebut.
Pada pandangan mata umum, Kid meraih kemenangan itu dengan usaha keras, sampai bekerjasama dengan geng motor lain, sehingga gelar yang disandangnya lebih sah dibandingkan jika ayahnya, Smoke, memberikan gelar itu kepadanya begitu saja.
Mengalah dengan tidak mudah demi satu tujuan.
]]> Bisa jadi, memang sejak awal desain Prabowo adalah mengantarkan Jokowi menjadi RI 1, dan mengantar Ahok menjadi DKI 1. Dua posisi top dan strategis secara hierarki kenegaraan.Namun jika diberikan begitu saja, maka akan melemahkan legitimasi Jokowi di kemudian hari. Karenanya Prabowo memberikan perlawanan yang maksimal, namun sedikit mengendorkan gasnya saat menjelang hampir memenangkan perlombaan.
Kemudian dengan upaya hukum Prabowo yang seakan tiada henti ini, semakin mengukuhkan legitimasi Jokowi di mata hukum dan konstitusi. Prabowo ingin menunjukkan bahwa tidak ada lagi celah untuk menjatuhkan Jokowi.
Seandainya Prabowo tidak maju ke MK, maka orang-orang masih akan nyinyir "coba Prabowo maju ke MK, pasti Jokowi kalah". Dari situ kemudian Prabowo menunjukkan bahwa celah lewat MK juga tertutup. Dan bisa jadi akan terus dikejar celah-celah yang lain agar semakin memperjelas tertutupnya semua kemungkinan.
Dan akhirnya, dengan posisi Jokowi dan Ahok yang telah kukuh tersebut, Prabowo tinggal memegang kendali pihak oposisi yang saat ini telah solid berada di tangannya dalam Koalisi Merah Putih, sehingga tidak ada lagi gangguan dari koalisi maupun dari oposisi.
Aman sudah.
* Disklaimer: ini hanya opini pribadi, otak-atik tanpa dasar fakta, sehingga tidak boleh dianggap sebagai pernyataan mengenai pihak-pihak terkait.
Dalam praktek diving, faktor penting yang harus dikuasai oleh penyelam adalah teknik bouyancy control, yaitu pengendalian daya apung untuk mencapai bouyance netral.
Jika tidak dapat mengontrolnya, maka kemungkinan besar penyelam akan mengalami kesibukan di dalam air, karena harus melawan dorongan dari air laut jika bouyance positif, atau harus sibuk melawan gravitasi jika bouyance negatif.
Tidak akan nyaman dalam menikmati keindahan diving sama sekali, juga stamina akan segera terkuras habis karena terlalu banyak kegiatan yang tidak perlu.
Ketika bouyance netral, berapapun kedalamannya, tubuh akan tenang berada di titik itu. Tidak tertarik untuk ke atas maupun ke bawah.
Jika negatif maka kita cenderung menuju kedalam kemaksiatan.
Jika positif justru kita meninggalkan maqam kita yang seharusnya.
Kita tidak dituntut untuk menggapai posisi tertentu dalam ketaatan, tetapi menjalani apa yang menjadi kewajiban pada posisi kita saat ini.
Karena seorang hamba memang tidak dapat menggapai posisi tertentu atas usahanya sendiri, itu semua adalah pemberian dariNya.
Apabila hamba merasa pencapaian taat adalah hasil usahanya sendiri, itu merupakan bentuk kebodohan karena dibutakan oleh amalannya, sedangkan jelas dia tidak punya apa-apa untuk mencapai ketaatan tersebut.
Tetaplah berada pada bouyance netral, apapun posisi kita, biarkan Dia yang menempatkan kita pada posisi yang terbaik menurutNya. Semoga kita akan lebih mudah menikmati kehidupan beragama, lebih ikhlas menerima pemberianNya, serta lebih mengenal siapa pemberi segalanya.
Tidak hanya hari ini, kegemparan dan kepanikan sering datang disebabkan oleh mereka yang tidak mau berpikir dengan baik. Setiap kali ada bencana, selalu ada yang menambahi beban pikiran yang menyebabkan lebih banyak kekalutan.
Contoh terdekat yang terjadi:
"Warga Sempat Panik, Dandim Kediri: Tidak Benar Ada Gas Beracun"
http://news.detik.com/read/2014/02/15/171225/2498543/10/warga-sempat-panik-dandim-kediri-tidak-benar-ada-gas-beracun
Dengan alasan "niat baik", namun sayang tidak disertai akal sehat dan kemauan berpikir sedikit lebih panjang, tentang kebenaran isi berita, dan dampak yang ditimbulkan.
Alasan "untuk jaga-jaga dan waspada" juga tidak tepat karena dampak yang terjadi justru sebaliknya.
Alasan "hanya sekedar forward kok" juga tambah konyol, karena menyediakan dirinya sebagai media penyebar kabar bohong.
Alasan "gak ada ruginya juga" justru masuk kategori brengsek, karena menunjukkan ketidakedulian pada sesama yang terimbas berita tidak jelas kebenarannya itu.
Dan lebih parahnya, setiap kali penyebar berita ini diingatkan, seseorang yang tadinya "baik", bisa menjadi lebih "defensif" (bebal) dan cenderung menyerang balik dengan senjata "kalo gak senang ya hapus saja, gitu aja kok repot"
Jika mengaku orang beriman dan masih menganggap Al-Qur'an sebagai pedoman hidup, silakan buka Surah Al-Hujurat ayat 6:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
Pakailah smartphone dengan lebih smart.
Ahad Dhuha, 26/01/2014
----------------------------------------------------------------------------------------------
Ciri-ciri "Ibadur Rahman"
Ibad berarti hamba, yang merupakan pangkat tertinggi bagi siapapun juga selain Allah.
Sedangkan Rahman merupakan sifat Allah yang paling tinggi cintanya (excessive love).
Manusia boleh saja mengaku sebagai hamba Allah, tetapi tidak semuanya mendapat pengakuan stempel "Hambanya Sang Maha Penyayang" ini.
Pada Al-Qur'an Surah Al-Furqan (25) ayat 63 - 74 (http://quran.com/25/63-74), ditunjukkan oleh Allah ciri-ciri hamba yang diakui-Nya sebagai Ibadur Rahman. Bisa jadi Anda termasuk salah satunya.
1. Ayat 63
وَعÙبَاد٠الرَّØْمَٰن٠الَّذÙينَ يَمْشÙونَ عَلَى الْأَرْض٠هَوْنًا ÙˆÙŽØ¥Ùذَا خَاطَبَهÙم٠الْجَاهÙÙ„Ùونَ قَالÙوا سَلَامًا
"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan."
"Orang-orang jahil" di sini bukanlah orang bodoh, melainkan orang yang sedang tidak dapat menguasai akalnya karena sedang emosi. Misalnya pengendara stress, atasan stress, saudara stress, dan sejenisnya. Dan ketika berurusan dengan orang seperti itu, Ibadur Rahman akan memilih ucapan yang damai, atau menciptakan suasana yang aman. Tidak malah menantang dan menunjukkan kehebatan diri.
Intinya adalah tidak selalu "inilah gue", tidak melupakan bahwa orang lain itu juga ciptaan Allah, dan kejadian tersebut adalah skenario dari Allah juga. Jadi jika ada yang sombong dalam kondisi seperti itu, sangat mungkin sedang melupakan peran Allah dalam tiap kejadian. Dan itu bukan ciri Ibadur Rahman.
Banyak hadits Rasulullah sering dihadapkan dengan kejadian seperti ini, dibentak di hadapan para Shahabat, tetapi beliau tidak memilih show-off dengan power yang ada di tangannya meskipun bisa.
Mudah diucapkan, tetapi sulit dipraktekkan oleh orang kebanyakan.
2. Ayat 64
وَالَّذÙينَ يَبÙيتÙونَ Ù„ÙرَبّÙÙ‡Ùمْ سÙجَّدًا ÙˆÙŽÙ‚Ùيَامًا
"Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka."
As simple as that, tetapi berat bagi kebanyakan orang. Anda bisa mencoret ciri ini dari diri Anda jika tidak dapat selalu melalui sepertiga malam terakhir dengan sholat.
Seperti kita ketahui, meskipun seluruh dosanya sudah mendapat jaminan diampuni, Nabi Muhammad tidak pernah melewatkan malam tanpa sholat.
Jangankan sholat malam, sholat 5 waktu saja masih belum tertib. Tetapi marilah jangan putus asa, kita berusaha dan berdoa agar diberi kesempatan menjadi ciri kedua ini.
3. Ayat 65 & 66
وَالَّذÙينَ ÙŠÙŽÙ‚ÙولÙونَ رَبَّنَا اصْرÙÙÙ’ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ Û– Ø¥Ùنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
Ø¥Ùنَّهَا سَاءَتْ Ù…Ùسْتَقَرًّا ÙˆÙŽÙ…Ùقَامًا
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal"."
"Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman."
Nampaknya ini yang paling mudah, karena seakan hanya berdoa. Tetapi konsekuensi dari doa yang sungguh-sungguh adalah ketakutan yang sebenar-benarnya terhadap neraka.
Saat ini kita mengaku takut neraka hanya di bibir saja. Sedangkan di dalam hati kita lebih sering meremehkan. Entah karena yakin suatu saat masih sempat bertobat sebelum sekarat, atau karena yakin dengan dosa-dosa yang pernah dilakukan sehingga sudah pasti bakal masuk neraka sementara, kemudian dimasukkan surga. Ini adalah pemikiran yang keliru.
Jika benar-benar takut neraka, pastilah menjauhi segala hal yang dapat menyebabkan diri masuk ke neraka, meskipun hanya 1 detik. Sebab pada ayat keduanya di atas (ayat 66) disebutkan neraka itu sengsara sekali meskipun hanya sementara. Banyak ayat lain menjelaskan dahsyatnya neraka ini. Sayangnya kita sering merasa biasa saja.
Dan jika masih belum bisa meninggalkan maksiat, artinya belum masuk kategori yang ketiga ini karena masih tidak takut dengan neraka.
4. Ayat 67
وَالَّذÙينَ Ø¥Ùذَا Ø£ÙŽÙ†ÙÙŽÙ‚Ùوا لَمْ ÙŠÙسْرÙÙÙوا وَلَمْ يَقْتÙرÙوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلÙÙƒÙŽ قَوَامًا
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
Konsep ekonomi dasar, tetapi banyak yang gagal dalam menjalaninya. Seseorang bisa saja hidup irit saat pas-pasan, tetapi boros saat keuangan longgar.
Dalam arti lain adalah keseimbangan antara spend untuk dunia dan akhirat. Banyak dari kita yang ringan melepas banyak harta jika untuk kepentingan pribadi, tetapi sangat berat saat untuk urusan akhirat.
Melepas uang 100 ribu selama 1 jam nongkrong di E*celso, sangat ringan dan segera hilang dari ingatan, dibandingkan dengan melepas 100 ribu saat Jum'atan yang ternyata sangat berat, dan meskipun berhasil juga akan selalu terkenang bagi mereka yang belum bisa melihat kemanfaatan tabungan akhirat.
Jika belum dapat menyeimbangkan pengeluaran, maka belum termasuk ciri Ibadur Rahman pada ayat 67 ini.
5. Ayat 68 - 71
وَالَّذÙينَ لَا يَدْعÙونَ مَعَ اللَّه٠إÙلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتÙÙ„Ùونَ النَّÙْسَ الَّتÙÙŠ Øَرَّمَ اللَّه٠إÙلَّا بÙالْØَقّ٠وَلَا يَزْنÙونَ Ûš ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ† ÙŠÙŽÙْعَلْ ذَٰلÙÙƒÙŽ يَلْقَ أَثَامًا
ÙŠÙضَاعَÙÙ’ لَه٠الْعَذَاب٠يَوْمَ الْقÙيَامَة٠وَيَخْلÙدْ ÙÙيه٠مÙهَانًا
Ø¥Ùلَّا Ù…ÙŽÙ† تَابَ وَآمَنَ وَعَمÙÙ„ÙŽ عَمَلًا صَالÙØًا ÙÙŽØ£ÙولَٰئÙÙƒÙŽ ÙŠÙبَدّÙل٠اللَّه٠سَيّÙئَاتÙÙ‡Ùمْ Øَسَنَات٠ۗ وَكَانَ اللَّه٠غَÙÙورًا رَّØÙيمًا
ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ† تَابَ وَعَمÙÙ„ÙŽ صَالÙØًا ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠يَتÙوب٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠مَتَابًا
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),"
"(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,"
"kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
"Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya."
Bagi sebagian orang, untuk tidak menyembah selain Allah, untuk tidak membunuh orang (langsung ataupun tidak), untuk tidak berzina, mungkin kedengaran mudah. Tetapi untuk sebagian yang lain sangatlah sulit.
Tidak menyembah tuhan lain artinya tidak mengharapkan bantuan yang finalnya tertuju kepada Allah. Misalnya kepada makam, kepada dukun, kepada tasbih, dan kepada-kepada yang lain.
Untuk tidak berzina (termasuk zina mata, dst) juga lebih sulit untuk area tertentu, misalnya area perkotaan.
Dan bagi orang yang beriman (ayat 69) melakukan salah satu dari ketiga hal di atas hukumannya akan dilipatgandakan oleh Allah.
Dan bagi yang sudah pernah melakukan salah satu di antaranya, akan digantikan dengan kebajikan asal mau bertobat DAN melakukan amalan saleh.
Sayangnya kita kadang merasa sudah cukup dengan tobat saja, sehingga syarat "Amilan Amalan Sholihan" di atas tidak terlaksana.
Jika tidak dapat beramal saleh, ciri ini tidak termasuk dalam diri kita.
6. Ayat 72
وَالَّذÙينَ لَا يَشْهَدÙونَ الزّÙورَ ÙˆÙŽØ¥Ùذَا مَرّÙوا بÙاللَّغْو٠مَرّÙوا ÙƒÙرَامًا
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya."
Dalam sebuah komunitas, berbohong bisa menjadi hal yang lumrah. Baik itu dalam dunia politik, marketing, niaga, dan lainnya.
Dan saat ini juga hal lumrah untuk secara berkelompok melakukan hal-hal yang tidak berguna. Misalnya apa? Nongkrong mungkin (bisa jadi berfaedah untuk sebagian orang,wasting time bagi sebagian yang lain).
Saat itu terjadi Anda dapat menilai apakah perbuatan tersebut berfaedah atau tidak.
Sayangnya kita juga sering kehilangan pegangan saat diajak untuk hal yang tidak berfaedah ini.
Anda dapat menilai sendiri apakah termasuk dalam kategori ayat 72 ini.
7. Ayat 73
وَالَّذÙينَ Ø¥Ùذَا Ø°ÙكّÙرÙوا بÙآيَات٠رَبّÙÙ‡Ùمْ لَمْ ÙŠÙŽØ®ÙرّÙوا عَلَيْهَا صÙمًّا وَعÙمْيَانًا
"Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta."
Mungkin tidak mudah dirasakan bahwa kita sering melakukannya. Saat khutbah Jum'at misalnya, kita "dimarahi" oleh Allah melalui Khatib tetapi cuek saja sambil update status Facebook atau checkin Foursquare, kemudian lupa apa yang tadi didengarnya.
Atau saat dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an tetapi tidak menghiraukan sama sekali.
Ya gimana mau menghiraukan, artinya saja tidak ngerti.
Inilah tragedi ummat muslim saat ini. Pendidikan Al-Qur'an kurang mendapat perhatian dari orang tua. Asal bisa membaca tulisan Arab ya sudah. Nanti biar cari sendiri.
Padahal tahapnya masih panjang, setelah bisa membaca, harus bisa mengartikan, kemudian bisa mempelajari (tadabbur), dan akhirnya melaksanakan. Barulah Al-Qur'an berfungsi sebenar-benarnya sebagai cahaya Allah.
Jika tidak, kita jelas tidak termasuk kategori ayat 73 ini karena akan berlagak seperti orang tuli saat dibacakan peringatan dengan ayat-ayat Allah.
8. Ayat 74
وَالَّذÙينَ ÙŠÙŽÙ‚ÙولÙونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا Ù…Ùنْ أَزْوَاجÙنَا ÙˆÙŽØ°ÙرّÙيَّاتÙنَا Ù‚Ùرَّةَ أَعْيÙن٠وَاجْعَلْنَا Ù„ÙلْمÙتَّقÙينَ Ø¥Ùمَامًا
"Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
Hampir sama dengan kategori nomor tiga di atas, seakan mudah karena hanya berdoa. Padahal di dalamnya kita harus bertanggung jawab untuk menciptakan keluarga yang seperti kata Rasulullah "baiti jannati".
Setelah bergulat dengan kehidupan luar yang panas, saat pulang kita ingin istri dan anak-anak kita menjadi "pendingin pandangan" dan membahagiakan. Bukan malah sebaliknya, di luar rumah berbahagia tetapi ketika masuk rumah galau melanda.
Selain itu kita juga harus berusaha menjadikan diri sebagai panutan bagi orang-orang setelah kita. Bagaimana bisa menjadi seperti itu jika tidak ada usaha meraihnya.
Itulah 8 ciri orang-orang yang mendapat status Ibadur Rahman berdasarkan surah Al-Furqon, semoga kita termasuk salah satu atau keseluruhan ciri tersebut, sehingga mendapat balasan berupa 2 ayat kelanjutannya (75 & 76).
Wallahu'alam.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan Kajian ini rutin diadakan pada Ahad ke-4 setiap bulan, jam 8 pagi di Masjid Al-Falah, MAN 3 Jl. Bandung Malang