Mengisi Waktu

Posted by Aryo Sanjaya, 9 Jul 2008

Malam itu aku baru saja sampai di tempat pengajian, setelah berjalan beberapa kilometer dari pesantrenku. Di tempat ini, yang berjuluk Bumi Damai, setiap malam Selasa selalu diadakan pengajian kitab Al-Hikam oleh pengasuh pondok pesantren setempat. Peserta pengajian bukan hanya dari pesantren tersebut, namun juga dari pesantren lain, bahkan dari kota-kota lain, semisal Malang, Sidoarjo dan Mojokerto.

Aku biasanya pergi bersama teman-teman dari pesantrenku, paling tidak ada 5-6 santri yang mengikuti pengajian ini. Tapi entah pada kemana, sejak sholat Isya' tadi mereka tidak ada yang terlihat, sehingga aku putuskan untuk pergi sendiri karena pengajian diadakan sekitar jam 8 malam. Meskipun kadang juga molor karena sebelum pengajian dimulai, ada acara istighosah.

Sambil menunggu pengajian dimulai, aku mampir ke sebuah warung di luar pesantren. Segelas teh hangat sangat menggoda untuk mengusir hawa dinginnya malam. Inilah Jombang, kalau siang panasnya luar biasa, kalau malam dinginnya menusuk tulang.

Sembari menikmati teh, sekilas aku melihat penjual kacang tanah yang menggelar dagangannya tidak jauh dari tempatku duduk. Seorang bapak tua, berbaju putih kumal dengan topi bundar entah hitam entah cokelat, duduk bersandar di pagar pesantren. Setumpuk kacang tanah digelar pada lapak di depannya, diterangi sebuah lampu ublik.

Sepintas tidak ada yang aneh, namun karena sedang menganggur, aku memperhatikan saja apa yang dilakukan bapak itu.

Segenggam kacang tanah digenggam di tangan kirinya, satu persatu diambil dan dimasukkan ke dalam takaran kacang. Ketika takaran itu penuh, ditumpahkan isinya ke tumpukan kacang di depannya sehingga kosong. Sedangkan kalau kacang di tangan kirinya habis, dia mengambil lagi dari tumpukan. Begitu seterusnya.

Penasaran, aku semakin memperhatikan. Dari jarak sekitar 2 meter, terlihat mulutnya berkomat-kamit, seperti... berdzikir?

MasyaAlloh, dia menggunakan kacangnya untuk berdzikir, di kegelapan dan dingin malam, di pinggir lalu lalang orang berjalan, di bawah pagar.

Seketika itu aku merasa berdebar, malu luar biasa. Menunggu pengajian dimulai saja aku masih memanjakan diri pergi ke warung, sedangkan bapak itu, menunggu rejeki dengan menyebut namaNya.

Subhanalloh...

Filed in , ,

10 Comments

sungguh layak diteladani....

Aryo:
bapak dosen waktu ngeblog gitu tiap penekanan keyboard sambil dzikir ga?

*interview*


;)) Om Aryo...

Aryo:
lapo min? wes adus durung?


mulutnya berkomat-kamit, seperti... berdzikir?

masih seperti.
kalo ternyata berhitung gimana? :D

Aryo:
yang gak pernah dzikir mana bisa tau dzikir itu gimana...

*nyelem*


Tobat tobat tobat

Aryo:
tobat lombok


Sungguh beruntung org bertemu dan langsung melihatnya dengan mata sendiri :)

Aryo:
iyah, sungguh beruntung


mangkane jo... ngisi waktu koq ngejunk lewat engpon, tiruen wong iku :p

Aryo:
mungkin mergo wong iku ra tau ngejunk :p


lam kenal, opo ngaji di alhikam? temen saya ngajar disitu namanya azmi, kenal?

salam kenal mas Aryo,syukurlah klo pak tua memang sedang berzikir,setidaknya bisa befikir positif itu baik...

alhamdulillah [-O

alhamdulillah [-O

Aryo:
wa syukurillah