Tabiat Saling Tunjuk

Posted by Aryo Sanjaya, 14 Mar 2007

Salah satu isi materi ceramahku (huekkk... ceramah :-& ) pada saat menyambut maba (mahasiswa baru) di kampusku adalah mengenai kerjasama dan kepedulian.

Dalam kesempatan itu aku mengangkat satu cerita:

Pada sebuah kapal dengan banyak penumpang, ada seorang penumpang pria yang tercebur ke laut. Para penumpang lain yang melihatnya tentu saja histeris, berteriak minta tolong. Ada yang lari kesana-kemari sambil ngasih tau bahwa ada penumpang yang tercebur, dan yang lainnya berdiri di pinggir kapal, sambil menunjuk-nunjuk ke arah pria di laut yang sedang megap-megap di air dingin. Tapi ya cuma gitu aja aksi para penumpang, sampai si pria tadi akhirnya tenggelam, dan di-shutdown oleh yang Kuasa. Siapa yang salah?

Cerita di atas juga aku gunakan sebagai pembenar, bahwa panitia berhak menghukum satu kelas (kelompok) sekaligus, meski hanya ada satu peserta saja yang melanggar aturan.
(yeah, tergantung jenis pelanggarannya tentu saja).

Misalnya hari itu peserta disuruh membawa sapu ijuk dan botol kosong, bukan berarti seluruh peserta harus membawanya dari rumah masing-masing.
Bagi yang rumahnya dekat dengan toko sapu, bisa membeli beberapa sekaligus, untuk kemudian dibagi pada peserta lain yang rumahnya jauh dari toko sapu.
Inilah gunanya kerjasama.

Lalu jika ada peserta yang memang tidak bisa membelinya, peserta lain mbok ya mau berbagi pada yang ndak mampu. Ndak usah merasa bahwa karena dia yang membelinya maka cuma dia yang boleh menggunakannya.
Di sini yang dinamakan kepedulian.

Kalo misalnya ada kelompok yang gagal menerapkan aturan di atas, seluruh peserta di kelompok tadi kena hukuman. Nyanyi di depan kelompok lain.

(catatan: aturan itu dijelaskan setelah acara selesai)

Tidak adil bagi yang sudah mentati aturan? kena hukuman gara-gara orang lain yang tidak mampu mengikuti aturan?

Bisa jadi anda menganggap seperti itu.

Tapi bayangkan saat anda kelaparan, kedinginan, rumah anda hancur tertimbun tanah, anak anda yang sulung entah di mana, yang bungsu menggigil kelaparan dengan selimut basah, sedangkan orang lain dalam negara yang sama sedang melihat berita tentang kecamatan anda melalui televisi, sambil makan pop-mie hangat di atas kursi empuk, melihat nomor rekening BCA sumbangan bencana alam yang tertulis di news-ticker hanya sebagai pengganggu, karena memotong berita yang sedang dia baca tentang musibah bencana itu.

Seperti cuplikan lirik Iwan Fals:

Aku dengar jeritan dari sini… aku dengar Aku dengar tangismu dari sini… aku dengar Namun aku hanya bisa mendengar

Filed in

9 Comments

hei...kamu...iya kamu...!!!
*tunjuk Aryo...*

Aryo:
*pasang cermin*

MUAHAHAHAHAHAHA :))
Ceramah yo'?? Yang bener aja....

Ngasih ayat serialized, ama output buffer??

Aryo:
*lempar Joy ke folder cache*

selain peduli gtu, yang paling penting aksi. kadang kan btk pedulinya hanyasekedar ucapan bibir.. :P

Aryo:
kalo cuman ucapan sih belum bisa dikatakan peduli :)
sama kayak para penumpang yang cuman teriak-teriak ke pria yang jatuh ke laut itu, tanpa aksi apapun.
sama kayak kita prihatin dengan korban tanah longsor, tapi nothing to do :(

ayo2 baris. ayo cepat! mana? lupa mas. ya wis ndak apa2 *dg lirikan mesum(karna liat tuh maba, cantik)

Aryo:
kok ndak tanya nomor hp?
ah, pak Nur kurang pengalaman nih
*kaburr ke plasa araya*

kampusnya dimana mas....

Aryo:
Kampus ELANG ;))

Wah, klo gitu enak maba yg gak patuh ama aturan dong (alias malas). Ngapain juga susah2 patuh ama aturan klo nanti ada satu anggota buat salah,semuanya kena hukuman. Soalnya senior2nya gak bisa bedain mana yg tdk mampu ama "yg tdk mampu"

Aryo:
Hehe, aku ndak setuju, terutama pada kalimat terakhir :D
Ada alasan kenapa kita ditunjuk sebagai senior, salah satunya ya punya kemampuan untuk menilai. Panitia sudah digembleng dengan diklat keras di Coban Talun sebelumnya, hihihi ;))
Di samping itu, ada mekanisme agar penilaian itu tidak terpusat. Di samping penilaian dari sie pendamping, ada dari komdis dan sie acara.
*summon kordinator sie acara*
Dalam hal ini penilaian hanya dari manusia, sedangkan praktek di kehidupan nyata, penilaian datang dari sang Pencipta.
Kalo ada yang ingin sengaja bermalasan, mencari enaknya saja, ya dipersilakan, yang menilai yang Maha Tahu kok ;)
Percaya deh, dalam keenakan yang sama, akan lebih berarti kalo kita ada usaha untuk mendapatkannya.

masih berlakukah ospek begitu? hiks...mendingan hukumannya disuruh mijetin seniornya dengan ikhlas gitu :p

Aryo:
OON, ANDA NANTANG SAYA?!!
SINI, PUSH-UP 5000 KALI!
*nostalgia tahun 199x* ;))

bukannya ga mau repot bos, secara logika.

misal di kapal: yg bisa dilakukan penumpang kan cuman kasih tau security. bisa jadi orang yg menunjuk2 malah ga bisa berenang.

terus masalah longsor/banjir. apa kita mo cabut ke tempat bencana, kemudian menolong? kan jadinya ngga kerja.

nah lo

Aryo:
Dari sekian banyak penumpang, aku yakin ada yang punya kemampuan lebih, kecuali dalam kondisi ektrim, misalnya berlayar di laut es ;))
Banyak hal yang bisa dilakukan, entah apa, tergantung situasi, misalnya melempar pelampung, turunkan sekoci, etc. Lagian kalo memang mengandalkan sekuriti, mosok sampe si pria tenggelam ndak datang-datang.

Mengenai bencana banjir, poinku ada pada paragraph akhir, bahwa ada nomor rekening BCA yang jadi News Ticker di tampilan televisi. Pengalaman pribadi, kadang rekening sumbangan itu dianggap mengganggu. Padahal itu bisa jadi langkah minimal kita, untuk ikut menambahkan jumlah bantuan, semampunya kita tentu saja.

waduh...tukang ceramah juga ya?
ceramahnya bagus....